Dua Belas (Perjalanan Tanpa Batas : Surawana)
Kediri... Kediri...
Petugas kereta berjalan menyusuri
gerbong demi gerbong. Mengingatkan para penumpang agar bersiap-siap. Kereta
sebentar lagi akan langsung berhenti di stasiun Kediri. Akhirnya perjalanan di
kereta akan selesai. Tubuhku sedikit lelah setelah empat jam duduk. Perjalanan
sesuai jadwal. Kami tiba di stasiun Kediri setengah sembilan. Dengan melalui
banyak hal, kereta kami berhenti berulangkali di stasiun-stasiun, atau hanya
sekadar berhenti karena harus ganti kepala dan juga berhenti hanya karena untuk
menunggu dan mempersilakan kereta eksekutif melaju lebih dulu. Maklum, kereta
ekonomi harus mengalah yaaa. Mengalah bukan berarti kalah.
Setiba
di stasiun, kami menyusuri jalan mencari pintu keluar.
“Becak Mba, Mas...”
“Mau dianter kemana?”
Kadang ingin kujawab, mau
diantarkan ke jodoh Pak, He-he. Tapi yang keluar dari mulut...
“Maturnuwun Pak, sudah ada yang jemput.”
Banyak sekali bapak-bapak yang
menawarkan jasanya. Semua berebut menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke
tujuan selanjutnya. Kaki-kaki kami dengan sopan meninggalkan bapak-bapak tadi.
Sementara cacing-cacing di perutku terbangun dari tidurnya. Rupanya bukan hanya
aku, teman-teman yang lain juga sudah mulai lapar. Sambil menunggu mobil travel
yang akan menjemput, kami makan pecel di pinggir jalan Dhoho Kediri. Nikmat
sekali rasanya. Teh angetnya juga mantab. Cacing di perutku sudah kenyang
kegirangan. Alhamdulillah...
Tak lama kemudian, mobil travel
kami datang beserta keluarga FLP yang di Kediri, Mba Wuri, Mas Ari dan anak
mereka Dik Fabian.Setelah itu kami melanjutkan perjalanan. Setelah berdiskusi
dengan sang pemilik Kediri, kami melaju menuju daerah Pare. Tujuannya ke Goa
Surawana dan Candi Surawana. Perjalanan sekitar satu jam. Sebagian dari kami
tertidur di dalam mobil. Sisa-sisa kelelahan dari kereta nampaknya masih
mengikuti. Termasuk aku. Mataku terbuka sedikit. Kupicingkan pada jendela mobil
Disewakan celana pendek Rp3.000,00
Hah? Sewa celana
pendek? Untuk apa... pikirku. Tulisan di papan terpampang nyata. Setelah itu
mobil sudah sampai di area parkir goa Surawana.
Semua orang turun dari mobil. Di dekat pintu masuk goa nampak beberapa
orang berjualan celana pendek dan makanan. Setelah infaq masuk goa, kami mengamati keadaan sekitar. Dimana goanya?
Yang ada hanya tanah datar dan beberapa tumbuhan semak, perkumpulan bambu dan
pohon-pohon. Aih ternyata goanya di bawah tanah. Ada lubang agak besar di
tanah. Isinya air. Untuk menuju ke bawah, sudah ada tangga di sisi kanan. Ada
dua pintu masuk menuju goa. Dari atas tampak sebuah pintu yang ditutup dengan
pagar besi. Sedang pintu yang akan kita masuki adalah pintu yang berada di
depannya. Tepat di bawah tangga dan tidak terlihat dari atas. Kolam pertama
cukup dalam – sedada orang dewasa. Aih, pantas saja ada persewaan celana
pendek. Rupanya goanya penuh dengan air. Airnya sungguh jernih. Ada ikan-ikan
kecil di dalamnya. Untuk menyusuri goa, harus didampingi dengan pemandu. Karena
panjang goa sekitar 250 meter dengan banyak cabang di dalamnya. Dengan pemandu,
kami punya penunjuk jalan.
Gambar tampak atas : Goa Surawana, goa bawah tanah. |
Di
dalam gua sangat gelap gulita. Butuh senter agar bisa melihat. Air selalu
menemani kami di sepanjang perjalanan. Goa Surawana memiliki lima pintu. Tapi
kami hanya akan melewati empat pintu saja. Karena katanya, pintu kelima menuju
arah sungai yang berbahaya. Hitam gelap, bersyukurlah jika Allah telah memberi
kita mata untuk melihat. Gunakan mata hanya untuk melihat hal-hal yang baik
saja. Tapi kadang gelap mampu memberikan ketenangan. Aku bahkan pernah berharap
berkawan dengan gelap. Bebas dari segala hal yang kadang memuakkan. Namun
ketika kudapati secercah cahaya di ujung goa, rasanya hidup akan lebih indah
jika bewarna, pikirku. Seperti aku dan mereka, teman-teman seperjuangan. Kami
terdiri dari berbagai warna. Menyatukan diri bahkan menjadi lebih indah dari
pelangi.
Berkat bantuan cahaya kamera, hitam pekat lenyap sesaat |
Menyusuri goa dengan sisa-sisa cahaya :) |
Perjalanan
di goa tak selalu mulus. Seperti halnya hidup, kadang harus berliku, susah
payah untuk mendapatkan yang terbaik. Batu besar, kerikil tajam,
dinding-dinding yang menyempit adalah rintangan yang harus kami lewati demi
sebuah pencapaian. Berjalan bersama membuat perjalan semakin akrab. Lebar goa
ini tak terlalu besar. Kalau saja badanku mengembang lebih dari sekarang,
mungkin aku tak akan bisa membersamai mereka menyusuri goa. Bersyukurlah aku,
memiliki tubuh yang langsing versi Ratna. He-he-he. Ada tiga cara melewati goa
ini. Berjalan tegak, merunduk dan terakhir sedikit berjongkok. Semakin dalam,
tinggi goa semakin menyempit. Sesekali kepalaku menyundul atap goa. Sakit.
![]() |
Move on dari kegelapan |
Masih basah kuyup, kami memutuskan
keluar dari area goa. Setelah istirahat dan sedikit berjemur. Saat istirahat
kami bertemu dengan bapak-bapak penjaga toilet. Aku tak tahu namanya, yang
kutahu bapak ini gemar membaca. Setiap hari koran menjadi santapan rutin. Bapak
ini juga menyukai kegiatan berbau literasi. Beliau bercerita banyak pada kami.
Juga bercerita sedikit tentang goa Surawana. Katanya, Sura berarti ikan dan
wana berarti hutan. Dahulu kala goa digunakan sebagai jalan pintas oleh seorang
pangeran untuk menculik putri. Namun sang Pangeran akhirnya gagal menculik Putri
karena terhalang oleh sumber air yang mengalir deras. Bahkan, saat jaman
revolusi, goa tersebut juga pernah dipakai tempat persembunyian dari Belanda.
Dan sampai sekarang, di pintu selatan masih sering digunakan sebagai upacara
ritual saat malam hari. Setelah dari goa, kami melanjutkan perjalanan ke candi
Surawana. Jaraknya sekitar 300 meter dari goa. Terletak di desa Canggu,
Pare-Kediri. Candi yang merupakan peninggalan kerajaan Majapahit ini telah
diperkirakan ada sejak tahun 1400 masehi. Sungguh tua! Berdasarkan relief
ceritanya, candi Surawana ini berlatar belakang agama Hindu. Candi ini berdenah
bujur sangkar menghadap ke barat dan memiliki tinggi sekitar lima meter. Di
bagian kiri candi membentuk anak tangga yang dapat dipakai untuk menaiki candi.
Dari atas candi kita bisa melihat pemandangan dengan leluasa. Sungguh
mengesankan.
![]() |
Candi Surawana tampak samping |
Candi Surawana tampak depan |
![]() |
Pemandangan di depan candi Surawan |
***
Dibuang sayang; berkawan dengan kegelapan membuat lapar dan haus
jangan bosan berkunjung ya... kisah ini masih berlanjut he-he cekidot http://lieberatna.blogspot.co.id/2016/02/dua-belas-perjalanan-tanpa-batas_28.html
Ditunggu cerita selanjutnya mbak Rat ... =)
BalasHapusterima kasih sudah disempatkan membaca, Mba Fahr... otw ya he-he
BalasHapusbagus, aku suka , banget sama kamu
BalasHapus