Menelisik Kehidupan Para Pecandu Buku
Buku
setebal 76 halaman karya pengarang Amerika Latin ini menceritakan kisah
buku-buku dan para pecandu buku serta bagaimana akhir dari takdir sebuah buku.
Buku ini sukses membuat saya bergidik bahkan sampai merinding membacanya.
Beberapa adegan yang disajikan, berhasil menyindir diri sendiri. Penulis mampu
menyihir pembaca, terutama para pencinta dan pengoleksi buku seperti pernah
mengalami kejadian yang dituliskan. Penulis paham betul menempatkan tiap detail
cerita, sehingga setiap bagian yang dikisahkan menjadi penting. Pembaca akan
menemukan penanda-penanda yang akan menjadi sebab setiap akibat.
Kisah
dalam rumah kertas ini diawali dengan peristiwa kematian seorang dosen bernama
Bluma secara misterius. Bluma ditabrak mobil dan kemudian meninggal. Ia ditemukan
meninggal dengan sebuah buku karya Emily Dickinson. Orang-orang menganggap,
bukulah yang membuat Bluma meninggal. Seorang teman yang juga dosen harus
meneruskan kelas Bluma dan tentu saja kelasnya sendiri. Teman inilah yang
akhirnya memutuskan untuk memecahkan misteri kematian Bluma. Sampai suatu
ketika ia mendapatkan kiriman sebuah buku yang ditujukan untuk Bluma. Kondisi
buku itu sangat tidak wajar. Di sampul depan belakang buku itu menempel kerak
bekas adukan semen. Hal ini membuat sang tokoh “Aku” menjadi penasaran untuk
mencari tahu siapa pengirim paket itu.
Hingga
takdir membawanya kepada cerita tentang Carlos Brauer. Nama yang tertera di
buku yang sampulnya penuh bekas adukan semen itu.
“Buat
Carlos, novel ini telah menemaniku dari bandara ke bandara, demi mengenang
hari-hari sinting di Monterrey itu ... tertanggal 8 Juli 1996,” tulisan tangan
Bluma pada buku itu.
Rasa
penasaran membuat tokoh Aku menempuh jarak bermil-mil jauhnya hanya untuk bisa
mencari tahu siapa itu Carlos Brauer. Akhirnya ia bertemu dengan teman Carlos,
Delgado. Delgado bercerita banyak hal tentang Carlos, meski Delgado sempat
mencurigai kedatangan sang tokoh Aku. Dari cerita Delgado, ia tahu bahwa Carlos
seorang pecandu buku. Carlos bahkan menghabiskan warisannya hanya untuk
memenangkan pelelangan buku. Diceritakan
bahwa rumah Carlos dipenuhi buku-buku. Rak-rak penuh buku, ruangan penuh buku, dinding
kamar mandi penuh buku, bahkan ia memberikan mobilnya pada orang, hanya untuk
dapat mengisi garasinya dengan buku-buku. Hidupnya sungguh dipenuhi buku-buku.
Lantas inikah yang disebut dengan rumah kertas itu? Tidak. Cerita belum
berakhir. Delgado kehilangan jejak Carlos. Ada yang bilang Carlos meninggalkan
rumahnya dan membawa buku-bukunya ke sebuah pulau yang terpencil. Di sanalah
kisah baru dimulai. Ah, bahkan sebenarnya kita tidak pernah tahu darimana kisah
itu berawal dan berakhir. Di pulau terpencil itu, Carlos benar-benar mewujudkan
rumah kertas. Carlos mengambil keputusan yang sangat besar, yaitu dengan
membuat tempat tinggal yang beralaskan buku-buku, berdinding buku, dan
beratapkan buku. Betapa gilanya, Carlos menyuruh orang-orang yang ia jadikan
tukang bangunan rumahnya, mencampur buku-buku itu dengan adukan semen dan
menjadikannya bahan bangunan untuk rumahnya. Begitulah kira-kira cerita
Delgado.
Sang
tokoh Aku yang tak sekali pun disebutkan namanya dalam cerita ini, akhirnya
memutuskan untuk mencari pulau terpencil yang ditinggali Carlos sang pengirim
paket untuk Bluma. Sayangnya sesampai di sana ia tak bertemu dengan Carlos
Brauer. Ia hanya menemukan puing-puing bangunan rumah kertas yang diceritakan
oleh Delgado. Dari situlah paket buku itu berasal.
Buku
ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca bagi penggila buku. Kita tak perlu
meniru kegilaan Carlos terhadap buku-bukunya yang sampai dijadikan bahan
pembuatan rumah. Tapi dengan membaca buku ini, kita akan tahu bagaimana para
pecinta buku menghargai dan menjadikan buku sebagai puncak peradaban manusia
modern. Ada macam-macam bentuk perlakuan pembaca terhadap buku. Ada yang hanya
ingin membelinya dan akhirnya buku itu hanya menumpuk atau bahkan tak pernah
keluar dari plastik pembungkusnya. Tapi ada juga yang membacanya bahkan
berkali-kali.
Beberapa
kutipan dalam buku ini dapat membuat para pecandu buku merasa berada di dalam
cerita tersebut.
“...
Aku perhatikan banyak orang mencatat tanggal, bulan dan tahun mereka membaca
sebuah buku; dengan itu sebenarnya tengah menyusun penanggalan rahasia! Yang
lain menuliskan namanya di halaman depan sebelum meminjamkan bukunya, mencatat
kepada siapa mereka meminjamkan dan membubuhi tanggal pinjamnya....”
“...
kita lebih suka kehilangan cincin, arloji, payung, ketimbang buku yang
halaman-halamannya takkan pernah bisa kita baca lagi, namunyang tetap
terkenang, seperti bunyi judulnya, sebagai emosi jauh dan lama dirindu.”
“Pada
akhirnya, ukuran perpustakaan itu ternyata memang penting. Kita pajang
buku-buku ibarat otak kita sedang dikuak lebar-lebar untuk diteliti, sambil
mengutarakan alasan omong kosong dan basa-basi merendah soal jumlah koleksi
yang tak seberapa. Aku bahkan kenal seorang profesor sastra klasik yang sengaja
berlama-lama menyeduh kopi di dapur agar tamunya bisa mengagumi buku-buku di
raknya.”
IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Rumah Kertas
Penulis :
Carlos Maria Dominguez
Penerjemah : Ronny Agustinus
Penerbit : CV. Marjin Kiri
Cetakan : Kedua
Jumlah Halaman : vi+76 Halaman
Terbit : Oktober 2016
ISBN :
978-979-1260-62-6
Komentar
Posting Komentar
Hai, Kawan. Kamu bisa tinggalkan komentar, bila kamu suka tulisan ini yaaa ... :) Terima kasih sudah membaca.