Sebentar di Blitar Begitu Berkesan
Blitar, cetar! Andai kami diberi waktu lebih banyak lagi di sini, akan kami kunjungi semua tempat-tempat luar biasa yang tersembunyi di sudut-sudut Blitar. Namun meski hanya sebentar, kebahagiaan itu tetap menguar. Ini adalah bagian kedua dari perjalanan kami selama di Blitar. Bagian satu sudah kutuntaskan pada tulisan "Menuju Blitar" klik di sini
Pantai Pasir Putih Blitar, 27
November 2019, 07:15 WIB
Sekitar
satu jam perjalanan dari rumah Mbak Putri ke pantai pasir putih. Dengan medan
yang luar biasa naik turun bukit, Pak Agus, sopir kami membawa elf dengan
lihai. Namun tetap saja ada kawan yang tak kuat menerima turbulensi yang terjadi.
Kendati demikian, akhirnya kami semua sampai tujuan dengan selamat. Suara
kegirangan kawan-kawan berjumpa dengan pantai sangat terasa. Semua bersiap
meluapkan kebahagiaan.
![]() |
Pantai Pasir Putih Blitar |
Semesta bicara, aku bisa mendengar suaranya lewat ombak yang mendebur. Yap, aku kembali ke pantai setelah sembilan bulan lamanya. Kali terakhir saat ke Gili Labak, masih agenda FLP, FLP Jatim. Rasanya jiwaku terlahir kembali, menatap pantai, lautan luas menyapa di depan mata. Namun masih ada rasa yang sama di rongga jiwa yang terdalam. Masih ada sisa-sisa ketakutan akan gulungan ombak. Padahal aku sudah seringkali merapalkan kalimat sakti pada diriku sendiri, setiap kali keharusan membawaku berjumpa lagi dengan laut, “Tak apa Na, semua akan baik-baik saja. Mari berdamai dengan ketakutan.” Aku bisa melepaskan kebahagiaanku pada ombak, untuk melihat kebahagiaan mereka, untuk dapat melihat senyum mereka merekah, mereka keluarga kecilku. Yang bersedih harus bahagia, yang lama berpisah harus disatukan kembali, yang sendiri harus ditarik bersama. Pantai pasir putih, ajari kami bersyukur kembali atas semua nikmat ini.
Ini adalah kali pertama Rosita ke pantai. Bendahara kami
ini rasanya berhasil melupakan penat dengan baik di sini. Bersama rekannya, Mira,
sang bakul jus buah yang enak pol (ah padahal aku belum nyoba haha, kapan nih
Mira buatin jus untukku, aku suka jus melon Mir!), Rosita berkali-kali mengajak
Mira menantang ombak. Aku dibuatnya was-was, melihat mereka dari jauh. Gulungan ombak yang tak bisa
kutakhlukkan itu, berhasil mereka jinakkan. Basah kuyup sudah semuanya.
Sahabatku Lidya, yang juga turut dalam perjalanan kami, akhirnya bisa menemukan objek-objek bagus untuk belajar fotografi. Kak Saif, wakil ketuaku nampaknya berhasil menemukan banyak inspirasi untuk tugas menulisnya. Si rambut keriting, Thoriq, heboh sendiri. Raut muka si anggota kaderisasi itu begitu berseri bertemu pantai. Dalam beberapa saat, semua sibuk mengambil gambar. Mbak Neni, yang juga bagian dari tim kaderisasai, mengabadikan banyak hal di sepanjang perjalanan. Ah semua terlihat bahagia, semoga kebahagiaan ini bukanlah kesemuan.
Sahabatku Lidya, yang juga turut dalam perjalanan kami, akhirnya bisa menemukan objek-objek bagus untuk belajar fotografi. Kak Saif, wakil ketuaku nampaknya berhasil menemukan banyak inspirasi untuk tugas menulisnya. Si rambut keriting, Thoriq, heboh sendiri. Raut muka si anggota kaderisasi itu begitu berseri bertemu pantai. Dalam beberapa saat, semua sibuk mengambil gambar. Mbak Neni, yang juga bagian dari tim kaderisasai, mengabadikan banyak hal di sepanjang perjalanan. Ah semua terlihat bahagia, semoga kebahagiaan ini bukanlah kesemuan.
![]() |
yang tak sama bukan berarti tak bisa disatukan |
Para Bunda menunggu di tepi pantai. Bunda Aisya, yang
selalu nampak tenang namun jiwanya terlihat memikirkan banyak hal. Bundanya
divisi media yang gemar menulis naskah film ini, juga sering bepergian ke luar
negeri. Unggahannya di internet kadang membuatku baper, kapan ya aku bisa
keliling dunia juga. Bunda Nur, petugas perpustakaan yang selalu haus ilmu ini,
nampaknya sudah memikirkan ancang-ancang tulisan reportase yang akan dibuatnya.
Dan Bunda Rina yang gemar buat vlog tentang makanan juga terlihat bahagia
bertemu pantai. Ah ya, jadi ingat nasi goreng kecapku. Akhirnya laris di tepi
pantai. Pasti
enak kan rasanya—sombong amat dah, haha. Apalagi dimakannya rame-rame. Dan tak
lengkap rasanya ke pantai tanpa es degan. Akhirnya kami membeli beberapa degan
untuk diminum. Dibeliin Along, ding.
Haha.
nasi goreng kecap andalan |
![]() |
bersamamu selalu berkesan |
Kampung
Coklat Blitar, 27 November 2019, 11:15
Sepanjang perjalanan, aku duduk di kursi depan bersama
Ihdina. Ah ya, dan Pak Sopir tentunya. Ihdina yang sudah banyak membantu diriku
yang saat ini diamanahi menjadi ketua di FLP Surabaya. Dia, salah satu sahabat
yang kumintai nasihat dalam mengurus keluarga kecil ini. Dia dan timnya
berusaha keras untuk membuat perjalanan ini asyik dan menyenangkan. Dan selalu
berusaha memberikan pelayanan terbaik, agar kawan-kawan nyaman selama
perjalanan.
![]() |
keseruan di kampung coklat |
Inilah destinasi selanjutnya, kampung coklat. Tiket
masuk Rp5.000,00 per orang. Kampung
coklat bagaikan istana coklat. Namun jangan dibayangkan seperti film choco factory, karena meja dan kursi
yang ada di sana tetap terbuat dari kayu, haha. Ubin dan
temboknya juga masih terbuat dari batu bata, jadi gak bisa kita jilati atau
kita gigit layaknya memakan coklat, haha. Kami puas mengelilingi kampung
coklat. Belanja di pusat
oleh-olehnya dan membeli beberapa coklat. Di kampung coklat ada musalla yang
sangat indah. Cukup luas untuk ukuran musalla pada umumnya. Banyak pohon Kakao
di sana. Fasilitas umum, seperti toilet banyak dijumpai di sana dan sangat
bersih. Bahkan ada bioskop mini, sayangnya kami tak sempat masuk. Jadi tak tahu
apa isinya, hehe.
![]() |
berlindung di bawah pohon Kakao |
Kami berpencar selama di kampung coklat. Berkumpul
kembali di bawah pohon Kakao yang rindang, sembari menunggu kawan-kawan
berkumpul. Tepat pukul dua siang, kami meninggalkan kampung coklat.
Makam
Bung Karno Blitar, 27 September 2019, 15:00 WIB
Tiket masuk ke tempat ini Rp5.000,00 per orang. Di sini,
kami berkunjung untuk mengenang jasa beliau dan mendoakan beliau. Masuk ke
tempat ini, kami disambut dengan patung Sang Proklamator yang sedang duduk
sambil membaca buku. Entah itu pose sedang membaca atau hanya memegangnya, hehe. Sebab
matanya tak menatap pada buku. Di tempat ini ada museum yang berisi foto-foto
Bung Karno dan para pejuang nasional. Keluar dari area pemakaman, kami
diarahkan melewati gang sempit yang mereka sebut pasar. Sebab gang itu berisi
orang-orang yang menjajakan souvenir dan jajanan khas Blitar. Aku sendiri
menyebutnya pasar tak berujung. Sekitar lima belas menit kami melewati pasar
itu dengan jalan yang agak tergesa, namun rasanya tak sampai-sampai. Sudah
sempit, panas, panjang pula. Engap! Berhasil keluar dari sana, aku langsung
membeli es jeruk di luar pasar.
Kami kemudian kembali ke lokasi makam. Di sana ada
perpusnas, namun kami tak sempat masuk ke dalamnya. Kami ada janji untuk
bertemu dan menyapa kawan-kawan FLP Blitar. Kebetulan, hari itu FLP Blitar
sedang mangadakan acara di perpusnas. Aku sudah janjian bertemu dengan Rosy,
ketua FLP Blitar sebelum Pak Hendra. Selain Rosy, ternyata ada satu lagi yang
kukenal, Mas Fahri, ternyata kami pernah bertemu sebelumnya sewaktu aku kali
pertama ikut agenda FLP Jatim di Sidoarjo tahun 2015. Dalam acara Muswil III, kali pertama
Pak Rafif menjadi ketua FLP Jatim.
![]() |
bersama kawan-kawan FLP Blitar |
Puas berfoto dengan FLP Blitar, kami berpamitan untuk
pulang. Sebenarnya masih ada satu destinasi lagi yang harus dikunjungi, Candi
Penataran. Namun rencana berubah. Waktu yang direncanakan sedikit melenceng
dari jalurnya. Pak Agus sopir, harus menjemput temannya untuk dibawa ke
Surabaya menemani Pak Agus. Ada juga Fath teman kami, anggota media ini harus
sudah di Surabaya pukul sepuluh malam karena harus masuk kerja. Akhirnya kami
membatalkan perjalanan ke candi penataran. Karena sudah agak lelah dan waktu
terus berjalan, kami sepakat. Kami mengganti Candi Penataran dengan
berkunjung ke pondok pesantren Qurany 2 di Sumberagung Blitar.
Komentar
Posting Komentar
Hai, Kawan. Kamu bisa tinggalkan komentar, bila kamu suka tulisan ini yaaa ... :) Terima kasih sudah membaca.